Oleh Fandi Hi. Latief, S.IP.,M.IP
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pasifik Morotai dan Penasehat PENA Morotai (Petani dan Nelayan)
Daya Tarik Rusli Sibua dan Politik Pot-pot dalam Kontesasi Pilkada Morotai Politik merupakan proses alokasi dan distribusi sumber daya kepada masyarakat.
Proses tersebut berjalan terus menerus tanpa henti dalam aktivitas keseharian di masyarakat.
Saat ini, proses politik kerap direduksi dalam konteks pemilu semata sehingga proses alokasi dan distribusi sumber daya kepada masyarakat hanya ditempatkan untuk mencapai dan/ataupun mempertahankan posisi politik kandidat (Stokes et al, 2013).
Pemilu kerap kali melahirkan masyarakat yang berwatak pragmatis dan transaksi, fenomena ini ditandai dengan maraknya pembelian suara (lihat Aspinall et.al, 2015, dan Hidayat 2009). dimana ambisi calon politisi untuk menang di satu sisi, dan kebutuhan pragmatis para pemilih di sisi yang lain, membuat praktik pembelian suara berjalan seperti hukum permintaan dan penawaran.
Kondisi ini didasari pada sistem pemilihan umum secara langsung dan sistem suara terbanyak (untuk memilih pemimpin) menjadi penyebab praktik dari hukum tersebut.
Akibatnya, coast politik para calon sangat tinggi karena adanya ekspektasi dari masyarakat dan sahwat akan kuasa.
Pada konteks inilah trik dan intrik dimainkan oleh berbagai calon pemimpin guna menarik simpati masyarakat.
Anggapan pemilu yang negatif seperti ini tidak sepenuhnya keliru, tapi juga ia tidak utuh. Ia hanya memotret perilaku pemilih secara individual dan mengabaikan kemungkinan para pemilih untuk bergabung bersama, merumuskan kepentingan bersama untuk menjadi dasar meningkatkan posisi tawar di hadapan para politisi, misalnya melalui mekanisme “kontrak politik”.
Hal ini tergambar dari fenomena pilkada Morotai tahun 2024 Kemarin, dimana masyarakat diperhadapkan pada kesadaran yang tinggi akan fenomena kepemimpinan di tahun-tahun sebelumnya (perbandingan kepemimpinan), sehingga hal tersebut membentuk watak dan perilaku masyarakat akan adanya slogan “perubahan.
Disaat yang bersamaan, Pilkada Morotai juga di suguhi oleh salah satu kandidat yang punya rekam jejak mumpuni, yaitu Rusli Sibua, sosok yang memiliki background kepemimpinan (the father) yang sudah tidak diragukan kepemimpinannya baik didunia akademisi, birokrasi dan politisi.
Sosok figur yang kuat tersebut, menyebabkan adanya partisipasi politik dari masyarakat dalam kontestasi pilkada morotai kemarin. Implikasi dari sosok yang dirindukan tersebut, melahirkan politik pot-pot, dimana adanya tren positif akan partisipasi politik dalam era demokrasi.
Selaras dengan hal tersebut, mengutip pemikirannya Herbert McClosky, bahwa partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari masyarakat dalam mengambil bagian dari proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak, terlibat dalam pembentukan kebijakan umum.
Politik pot-pot ini bisa bersifat individual, kolektif, terorganisir, spontan, dan sporadis. Dimana politik pot-pot berkaitan erat dengan kesadaran politik. Artinya, masyarakat yang berpartisipasi dalam politik, sadar bahwa tindakan mereka dapat memberikan pengaruh dalam dunia perpolitikan dan penyelenggaraan pemerintahan yang mengarah pada kesejahteraan di tahun-tahun yang akan datang.
Fenomena pencalonan Rusli Sibua, juga diwarnai dengan berbagai trik dan intrik pencekalan yang dilakukan oleh kubu lainnya, sebut saja sabotase proses meminang partai politik, black campaing (kampanye hitam), politik uang, sampai pada proses gugatan di MK.
Namun karena kemenangan yang didasari pada kebenaran pilkada jurdil dan luber, sehingga hal tersebut tidak mendistorsi kemenangan Rusli Sibua (perjuangan dan doa mengalahkan doi).
Hal inilah yang menghantarkan Rusli Sibua sebagai pemenang (the winner) dalam kontestasi pilkada Morotai.
Rusli Sibua sebagai sosok visioner yang lahir dari perjuangan rakyat merupakan akselerasi dari dinamika demokrasi dan pemimpin.
Dinamika pilkada Morotai membentuk warna baru dalam dunia politik Maluku Utara, dimana dalam kontestasi pilkada tidak selamanya finansial, transaksi dan jejaring menjadi barometer kemenangan, cukup dengan modal sosial, intelektualitas, etika dan integritas, bisa menghantarkan seseorang menjadi pemimpin.
Karena sejatinya seorang pemimpin dengan etikabilitas yang tinggi adalah mereka yang jujur dan memiliki integritas yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang benar, bahkan dalam situasi yang penuh tekanan atau risiko.
Etikabilitas ini mencakup transparansi dalam pengambilan keputusan, keberanian untuk bertindak adil, dan tidak menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi. sedangkan pemimpin dengan intelektualitas yang kuat akan lebih mampu mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih baik karena keputusan yang diambil didasarkan pada pemikiran yang matang dan pertimbangan yang komprehensif.
Sebab pemimpin yang intelektualitas memiliki kemampuan berpikir kritis untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan merumuskan solusi yang tepat.
Sosok pemimpin Rusli Sibua inilah menjadi daya tarik dan dirindukan oleh masyarakat Morotai.
Sang Katalisator dan Motivator Pemerintah Kepemimpinan politik dan Pemerintahan merupakan fenomena yang telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai konteks politik, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Konsep ini menjadi penting karena memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas suatu negara/daerah, pembangunan masyarakat, serta pengambilan keputusan yang memengaruhi banyak aspek kehidupan sosial dan ekonomi.