“Di tengah kesibukannya sebagai Wakil Bupati, beliau tetap mampu melahirkan karya bermutu. Bahkan dalam setahun, beliau menulis dua buku. Ini prestasi langka yang menunjukkan kapasitas multitasking luar biasa,”ujar mantan Rektor Unkhair itu.
Senada, Prof. Julianus Majau yang menilai hadirnya buku ini menjadi ruang dialektika pemikiran bagi publik.
“Kepala daerah tidak cukup hanya mengelola administrasi. Tapi harus bisa membangun gagasan kritis agar kebijakan publik tidak kehilangan arah. Buku ini hadir untuk menjawab tantangan itu,” tegasnya.
Sementara , Drs. A. Malik Ibrahim menyoroti dimensi humanitas dalam kepemimpinan yang tertuang dalam buku tersebut.
“Kepemimpinan bukan lagi sekedar kompetisi otoritas, melainkan kolaborasi kemanusiaan. Buku ini mengurai aspek sejarah, sosial, dan budaya Pangaji serta adaptasinya di era modern. Ini sejalan dengan teori Darwin: yang bertahan bukan yang terkuat, tetapi yang paling adaptif,” jelasnya.
Malik menambahkan, kunci keberlangsungan suatu bangsa terletak pada inovasi yang lahir dari pendidikan dan kebudayaan.
“Buku ini memberi pesan bahwa hanya dengan membangun tradisi berpikir kritis dan berbudaya, kita bisa bertahan di tengah arus perubahan global,” pungkasnya