“Saya melawan matian-matian sama Kepala Bidang, saya tidak mau kasih. Saya bilang, saya akang kasih tapi mari torang ke meja penegak hukum supaya buat pernyataan sekaligus tandatangan saksi, tapi disitu mereka takut, dan mereka bilang kalau begitu jangan lagi.
Karena saya melawan akhirnya pihak Dinas tidak berani ambil uang Rp 50 juta dari saya. Pihak dinas hanya berani ambil Rp 50 juta dari 6 Kelompok lainnya. Buat apa saya mau kasih Rp 50 juta kepada kalian sementara upah tukang juga belum bayar.
“Kalau mau di hitung-hitung,setelah pekerjaan selesai, kami kelompok ini tidak dapat apa-apa. Jadi kalau mau kasih dinas Rp 50 juta maka kira-kira kami mau bayar upah tukang bagaimana lagi.
“Kasihan teman-teman kelompok yang lain, apakah uang mereka per kelompok Rp 50 juta itu sudah dikembalikan oleh dinas atau belum, saya juga tidak tahu. Kalau dinas tidak kasih kembali maka mereka akan tergantung utang.
FM mengatakan, pencairan tahap I, Dinas buka Rp.8.300 rupiah, tahap II Dinas buka Rp.8.600 dan tahap III Dinas buka lagi Rp 50 juta maka kalau ditotalkan 7 paket proyek itu sampai selesai Dinas dapat 400 juta lebih.
“Pemotongan yang mereka lakukan itu adalah hal yang salah dan sangat melawan hukum. Olehnya itu, pengambilan mereka mulai dari tahap I sampai tahap II semuanya saya dokumentasi secara diam-diam. Saya jadikan bukti ketika nanti terjadi masalah hukum,”tandasnya.
Melalui keterangan FM, tim media ini mencoba menghubungi salah satu kelompok Gapoktan yang pencairan anggaran tahap III mereka juga di tahan Rp 50 juta rupiah oleh pihak Dinas Ketapang.
“Iya waktu itu saat pencairan tahap III, kami 6 kelompok disuruh buka uang Rp. 50 juta per masing-masing kelompok dengan alasan setelah pekerjaan sudah selesai 100 persen baru mereka kembalikan. Namun setelah pekerjaan sudah selesai tapi mereka belum juga berikan uang itu,”jelas salah satu Ketua kelompok Gapoktan yang tidak mau namanya di munculkan.
Lanjut dia, kami terus menerus datang ke Kantor namun mereka beralasan bahwa mereka akan berikan uang itu tapi menunggu BPK selesai melakukan pemeriksaan.
“Pekerjaan sudah selesai dari tahun 2021 namun uang yang pihak Dinas Ketpang tahan itu baru di berikan di bulan april tahun 2022. Meskipun uang itu mereka berikan tapi sudah tidak utuh 50 juta lagi, sudah kurang dari itu,”ucap Ketua Kelompok Gapoktan itu.
Dugaan pungutan liar (Pungli) yang diduga dilakukan oleh oknum Kabid dan beberapa staf Dinas Ketpang itu, langsung mendapat kecaman dari Ketua Umum HMI Cabang Sanana, Salamun Selpia.
Salamun mengatakan bahwa, pungutan liar atau Pungli merupakan sebuah tindakan pelanggaran hukum yang di atur dalam KUHP. Olehnya itu, saya mendesak Kejaksaan Negeri (Kajari) Sanana agar segera panggil dan periksa Kepala Bidang dan beberapa staf Dinas Ketapang yang diduga kuat telah melakukan pungli terhadap 7 paket proyek tersebut.
“Kepala Dinasnya juga harus dipanggil untuk dimintai keterangan, kira-kira pemotongan uang proyek mulai dari tahap I, tahap II sampai tahap III untuk apa. Apakah itu memang aturan kantor atau bagaimana.”Sekali lagi saya minta Kajaksaan Negeri Sanana tindak tegas masalah ini. Jangan biarkan oknum-oknum ASN seperti ini. Ini adalah perbuatan melawan hukum yang tidak bisa dibiarkan,”tegas Ketum HMI. (Drakel/RedZ1).





